Selasa, 16 September 2008
Ramadhan: Bulan Mengendalikan Hawa Nafsu
Sering kita mengatakan atau mendengar bahwa puasa (shaum) adalah berfungsi untuk menundukkan hawa nafsu buruk kita. Namun, yang dimaksud sekadar menahan nafsu makan dan minum, tidak berbohong, tidak bertengkar atau aktiviti lain yang bersifat moral semata- mata. Sekiranya faktanya sedemikian rupa maka sebenarnya telah terjadi penyempitan makna dari menundukkan hawa nafsu itu sendiri. Allah SWT berfirman:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَى
Tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran dan al-Hadist) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). [TMQ An-Najm (53): 3-4) ]
Dalam ayat di atas, Allah SWT secara tegas menjelaskan bahwa hawa nafsu dan wahyu saling berbeza. Hawa nafsu adalah segala bentuk dorongan yang berasal dari dalam diri manusia. Oleh karena itu, hawa nafsu tidak hanya terbatas pada aspek moral sahaja, melainkan meliputi seluruh dorongan ada dalam diri manusia yang terwujud dalam seluruh aktiviti. Sebaliknya, wahyu adalah sesuatu yang diwahyukan oleh Allah kepada Rasulullah saw. berupa perintah dan larangan. Wahyu ini yang harus mengendalikan hawa nafsu manusia. Jika hawa nafsu manusia tidak dibimbing wahyu, ia akan cenderung pada keburukan.
Oleh itu, ketika bulan Ramadhan dikatakan sebagai bulan menundukkan hawa nafsu, maka yang seharusnya terbayang dalam fikiran kita adalah kita mencampakkan dan membuang jauh-jauh seluruh aktiviti yang dilarang oleh Allah SWT. Selain kita meninggalkan aktiviti menyakiti orang lain, kita juga harus meninggalkan amalan-amalan apatah lagi mempropagandakan sekularisma, pluralisma, feminisma, kapitalisma, pornografi, dan fahaman- fahaman sesat lainnya; kita juga harus menghentikan kezaliman terhadap rakyat seperti menaikkan harga minyak yang sepatutnya hak rakyat ini diurus menurut hukum syarak; kita juga harus meninggalkan aktiviti menghalang atau bahkan memfitnah agama dan tajassus (memata-matai) serta menghalang pendakwah Islam.
Kita juga mesti berusaha untuk tidak melakukan transaksi riba, bermuamalah secara kapitalis, berpolitik Maciaveli, bernegara tanpa undang-undang yang dilandasi al-Quran dan Hadis, mempertahankan sistem aturan manusia, berinteraksi dalam masyarakat tanpa disandarkan kepada sistem sosial kemasyarakatan yang Islamik, serta menjalani seluruh kehidupan tanpa syariat Islam. Semua itu mesti kita tinggalkan sebagaimana kita berusaha untuk meninggalkan sifat iri, dengki, sombong, takabur dan seluruh sifat buruk lainnya.
Seterusnya kita harus mengiatkan diri dan bersemangat untuk bersama-sama, tolong- menolong, dan terlibat aktif dalam menjalankan dakwah; menyeru penguasa yang zalim untuk bersegera menerapkan syariat Islam; menyeru masyarakat untuk bersegera terikat dengan syariah, tetapi bukan sebaliknya. Rakyat dinasihati supaya sabar menghadapi kesulitan hidup, sementara penguasa yang menyebabkan kesulitan hidup rakyatnya malah dibiarkan. Ramadhan mewajibkan kaum Muslim terikat dengan aturan Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Siapa saja yang menjadikan selain Islam sebagai dîn (agama, sistem hidup) maka tidak akan diterima apapun darinya serta dia di akhirat termasuk orang yang rugi. [TMQ Ali Imran (3): 85]
Allah SWT juga berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah? [QS al-Maidah (5): 50]
Dari dua ayat di atas tampak jelas bahwa kita diminta untuk berhukum pada apa saja yang telah disyariatkan oleh Allah SWT melalui al-Quran dan Hadis; bukan sebahagian sahaja, tetapi seluruhnya. Itulah hakikat sebenarnya dari usaha untuk menundukkan hawa nafsu. Apabila kita telah mampu menundukkan hawa nafsu sebagai hasil dari puasa kita, kita akan menjadi (insyaAllah) manusia yang benar-benar bertakwa, sebagaimana firman Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa. [TMQ Al-Baqarah (2) 183]
Ramadhan Bulan Utama
Memang benar, bulan Ramadhan adalah bulan yang setiap detik, minit, jam, dan hari-harinya penuh dengan keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut antara lain :
Pertama: Ramadhan membentuk peribadi Mukmin yang taat secara total kepada Allah SWT dan Rasulullah saw. dalam seluruh perkara yang diperintahkan ataupun yang dilarang-Nya. Tidak ada keraguan di dalam hatinya untuk menjalankan Islam secara kâffah (menyeluruh), baik dalam hal akidah maupun hukum-hukum yang lain seperti: hukum ibadah, makanan, minuman, pakaian, sosial, politik, ekonomi, budaya, pemerintahan, dan sebagainya. Mereka siap untuk mengikuti wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dengan ikhlas dan tawakal.
Kedua: Di aspek lain, pada bulan Ramadhan, Allah SWT menurunkan wahyu berupa al-Quran untuk yang pertama kali. Wahyu inilah yang merupakan sumber hukum untuk dijadikan pemimpin dan panduan kehidupan. Dengan tegas, Allah SWT berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu (bayyinat) dan pembeda (furqân) (antara haq dan batil). [TMQ al-Baqarah (2): 185]
Ayat ini menjelaskan, bahwa al-Quran diturunkan oleh Allah SWT sebagai petunjuk bagi umat manusia yang mengimaninya; dalil yang jelas dan tegas bagi mereka yang memahaminya, yang terlepas dari kebatilan dan kesesatan; juga merupakan pembeza antara yang haq dan batil, halal dan haram (Lihat: Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, I/269).
Al-Quran bukan kumpulan pengetahuan semata, tetapi juga petunjuk bagi manusia. Al-Quran tidak hanya sekadar dibaca dan dihafalkan saja, melainkan wajib difahami dan diamalkan isinya dalam kehidupan seharian. Nabi saw. dalam berbagai hadisnya menegaskan, bahwa sesiapapun yang berpegang pada al-Quran dan as-Sunnah tidak akan tersesat selama-lamanya. Allah SWT berfirman:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Apa saja yang diperintahkan oleh Rasul, ambillah; apa saja yang dilarang olehnya, tinggalkanlah! [TMQ al-Hasyr (59): 7]
Oleh itu, dapat disimpulkan bahawa setiap perintah yang terdapat dalam al-Quran, adalah mutlak harus dilaksanakan, dan setiap larangannya harus ditinggalkan, baik terasa berat maupun terasa ringan. Yang tertanam dalam hati dan fikiran adalah, “Kami mendengar dan kami patuhi!” Alangkah ruginya orang yang memahami al-Quran tetapi tidak mengamalkannya. Demikian juga bagi orang yang sentiasa menyerukan Islam namun tidak menjalankannya. Apalagi bagi orang yang menjadikan al-Quran sebagai ‘barang dagangan’, suka memutarbelit pemahaman di dalamnya, bahkan mengatakan al-Quran penuh dengan mitos dan buatan Muhammad. Sungguh, orang tersebut bukan hanya orang yang rugi, namun juga dilaknat oleh Allah. Jadi, pada bulan Ramadhan, Allah SWT bukan sekadar memerintahkan kita berpuasa supaya kita bertakwa, tetapi juga menurunkan al-Quran sebagai sumber aturan untuk mencapai ketakwaan .
Ketiga: Allah sungguh Maha Adil, Maha Bijaksana, dan Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Dalam bulan Ramadhan pintu keampunan dibuka oleh Allah seluas-luasnya, syaitan-syaitan dibelenggu agar tidak dapat menggoda manusia untuk berbuat mungkar, pintu-pintu syurga dibuka seluasr-luasnya, dan berbagai kenikmatan Allah dicurahkan. Dalam bulan ini juga terdapat satu malam yang lebih baik daripada 1000 bulan. Itulah malam Lailatul Qadar. Pada malam tersebut untuk pertama kalinya diturunkan al-Quran kepada Rasulullah saw. sebagai petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia; bukan hanya bagi kaum Muslim saja, tetapi juga berlaku bagi umat selain Islam. Itulah tanda rahmatan lil ‘alamin-nya Islam.
Wahai kaum Muslimin! Bulan Ramadhan adalah bulan untuk melakukan ketaatan kepada Allah. Sudahkah kita mentaati Allah SWT secara kaffah? Ataukah kita masih tetap membiarkan hidup kita diatur oleh hukum- hukum dari aqal dan hawa nafsu kita? Adakah Ramadhan hanya merupakan tempoh menahan lapar dan haus belaka? Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar